Senin, 16 Juli 2018

Pengalaman Nonton Drakor Keal Me, Heal Me

Seriously, I am NOT a Korean Drama's fan. But, gara-gara sering baca timeline LINE TODAY yang menyediakan streaming berbagai macam drakor, gue jadi penasaran. Awalnya karena nggak ada kerjaan alias pengangguran dan kuota lagi melimpah. Perkenalan dengan drakor ini awalnya dari streaming FULL HOUSE, kebayangkan jadulnya. Gak peduli udah berapa sering gue nonton FULL HOUSE dan nonton di youtube, tetep aja ini drama paling the best selama hidup gue. Drama kedua yang membekas di ingatan gue dan juga favorite adalah MARS (drama Taiwan). Selain dua serial drama tersebut gue belum bener-bener nemu drama yang bisa bikin hati jatuh cinta. Lalu, ada drama yang direkomendasiin oleh LINE, beberapa memang hits seperti 'Goblin', terus................ (apalagi yah.. hmm banyak pokonya), tapi gue gak berani nonton yang udah terlalu hits, takut ketagihan dan nggak bisa move on, tambahan lagi ini cerita keliatannya absurd, ada unsur bukan manusianya, entah siluman atau apa deh gue nggak ngerti. Akhirnya buat buang kebosanan yang mengungkung hati, iseng gue nonton drakor yang judulnya 'She Was Pretty', awalnya di episode pertama gue tertarik dan menyelesaikan 1 episode dalam 2 hari, nontonnya cuma 10 menit terus lanjut makan, mandi, dan menyelamatkan dunia, baru lanjut nonton lagi. Setelah episode pertama yang cukup menarik, lanjut ke episode kedua, disini udah mulai males karena ternyata ceritanya si cowok gak mengenal temennya yang udah jadi itik buruk rupa. Mulai dari sini, gue skip untuk nanti dilanjut kapan-kapan.

Next, gue iseng juga ngikutin drakor yang judulnya KILL ME, HEAL ME. Tak disangka tak dinyana, langsung jatuh cinta klepek-klepek sama jalan ceritanya. Drama yang beda. Ceritanya memang lebih banyak romantis, nangis-nangis tapi gak lebay, oke lebay tapi masih dialur normal. Pengalaman gue nonton KMHM: taste ceritanya ringan, komedinya dapet banget, romantis sweet ala-ala tarik ulur manjha dan juga gak dipungkiri pemeran utamanya TOP BANGET ! Cerita tentang penderita D.I.D juga kerasa fresh, gak membosankan dan ini yang bikin gue betah nonton. Gue penasaran sama misteri dibalik pecahnya kepribadian menjadi 6 karakter. Seru abis deh, gak nyesel ngabisin kuota dan begadang demi namatin drakor KMHM.

Film KMHM nyaris tanpa gangguan. Dari cerita, semua pemerannya keren abis (salutttt dan jatuh hati sangat kepada Ji Sung yang sudah membuat 4 hari ku berwarna untuk namatin seriesnya KMHM dan demen banget sama bibir kamuu yang kissable pinkish merona gicuuuuu... gemeessshh), juga sama OST nya yang bikin suasana haru, sendu, romantis dan deg-degan parah. Bravo tingkat tinggi. Gimana gak bravo, udah 4x rewind ini drakor saking jatuh cinta dan belum move on ke movie lain. 

Untuk semua castnya KMHM, terima kasih sudah berperan sangat baik sekali dan maaf gak bisa hapal nama-namanya karena diriku ini sungguh sangat awam mengenai artis-artis korea, dengan ini mungkin jadi awal bakal nyari-nyari referensi drakor keren lainnya. Dan buat line today makasih banyak ya udah ngasih virus ke semua orang untuk nonton KMHM hahaha.

Last, buat kalian yang nyari review KMHM bisa baca disini atau disini karena gue hanya berbagi pengalaman setelah beres nonton KMHM. Semoga bisa jadi referensi buat kalian yang masih awam dan picky banget lantaran takut ketagihan nonton drama, apalagi newbie kaya gue yang baru melek dan kenal hal-hal berbau korea. 

Ketemu lagi di post selanjutnya.

Bye oppa :D

Btw, this is keprobadian terfavorite :D


Jumat, 06 Juli 2018

Perjalanan Mudik 2018 Tujuan Bima - part 1

Terpikir untuk mengabadikan kisah yang baru terulang dua puluh enam tahun kemudian. Sebuah cerita yang rasanya pantas untuk kubagikan, cerita yang mungkin akan kulakukan lagi di masa mendatang.

Cerita berikut diawali dari lebaran tahun ini. Lebaran yang berkesan. Awalnya ayah mengajak lebaran di kampung halamannya, Bima. Bagi siapa yang tidak tau dimana daerah Bima, wilayah Bima masuk ke provinsi Nusa Tenggara Barat, daerahnya ada di pulau Sumbawa. Sukunya bernama Mbojo. Oke lanjut ke cerita. Setelah perdebatan dan drama di dalam keluarga, akhirnya hanya aku, ayah dan adik bungsuku yang ikut ayah mudik. 

Dengan mobil dinas yang plat nomornya bergincu - yang tentunya surat ijin dari dinas / kantor ayah untuk membawa mobil tersebut menyebrang dari pulau Lombok ke tanah Bima sudah dikantongi - kami menyebrangi dan memulai perjalanan mudik. Sedikit aku informasikan, mengapa di awal aku menyebutkan dua puluh enam tahun adalah karena aku terakhir kali berkunjung ke Bima saat usiaku dua tahun. Kesempatan untuk mengunjungi kampung leluhur ayahku ternyata muncul di saat umurku yang ke dua puluh delapan tahun. Semua terasa baru, karena aku tak bisa mengingat apapun sejak dua puluh enam tahun kebelakang. Kecuali hal-hal kecil yang diwariskan foto masa kecilku.

Perjalanan kami mulai di jam 5 pagi selepas sahur dan solat subuh, ayah memacu mobil dari rumah kami yang terletak di Lombok Utara. Di perjalanan aku dan DD (nama adikku) baru mengetahui akan ada penumpang lain yang akan mudik dengan kami. Lalu kami menjemput salah satu kerabat yang menunggu di perpotongan jalan Udayana dan jalan Langko. Nama kerabat yang baru kukenal adalah om Yusuf, dia membawa serta anak perempuannya yang bernama Najwa. Setelah membawa serta kerabat dalam mobil yang mulai terasa sempit, ayah melanjutkan perjalanan kami menuju pelabuhan Kayangan di Lombok Timur. 

Dengan kecepatan diatas rata-rata dan keadaan jalan yang lengang, kami berhasil sampai di pelabuhan Kayangan jam delapan kurang. Pagi itu jumlah kendaraan yang mengantre untuk menyebrang sedikit, kami langsung naik ke kapal ferry setelah membayar karcis sebesar Rp. 475.000.- (kalau tidak salah ingat). 

Najwa (kiri), Aku (kanan) sedang menikmati teriknya matahari di atas kapal ferry
Penyebrangan kami tempuh selama kurang lebih dua jam. Sejujurnya dari kecil aku sangat menikmati berada di kapal laut. Pada umumnya orang akan merasa mual, pusing dan mabuk laut, tapi aku tidak pernah merasakan itu semua. Semakin kencang kapal itu berguncang, semakin asyik. Syarat agar tak mabuk laut diantaranya, kondisi badan fit dan tidak dalam keadaan lapar. Dua jam kuhabiskan sembari bercakap-cakap dengan Najwa dan om Yusuf. Percakapan yang memposisikan aku dan adikku sebagai narasumber dan om Yusuf adalah pewawancara, dengan topik bahasan yang membosankan dan memerahkan telinga. Yang unik dalam perjalan ini, Najwa tidak mabuk. Dia mengoceh dan bersikap tidak seperti anak umur 9 tahun. Kira-kira seperti ini.

Najwa (N) : Kakak punya Tik Tok ? (menyibakkan poninya yang tertiup angin)
Aku (A) dan DD (D) : ha?? Loh kok kamu tau tiktok ? (terheran-heran)
N : Punya dong. Sering saya buat video-video. (matanya mengerlip beberapa kali)
A : Emang Najwa punya HP ? 
N : Punya mamak.
A : Jangan main Tik tok lah, masih kecil. (sok menasehati)
N : Loh biarin aja, kan lucu, seru. Saya biasa sama kakak saya yang cewek kalo buat video. (kemudian dia menyanyikan lagu syantik yang lagi ngetrend lengkap dengan koreonya).

Aku dan DD menggelengkan kepala. Hening.

N : Kalian punya skusi ? (matanya mendelik)
D : Apa tu ?
N : Itu lho mainan! (dia gemas karena tidak ada yang mengerti)
D : Oooooooo squishy (lalu tertawa)
N : Iya, punyak gak ? (matanya membesar)
A : Ada. Banyak.
N : (lalu dia menjerit dan sedikit memohon). Masaaaa?!!! Mintaaaa buat saya, ih saya kepengen sekali punya squishy. (dia memegang lenganku dan menggoyang-goyangkannya)
A : Di Bandung, gak dibawa.
N : Dimana itu Bandung? Deket gak? (masih memegang lenganku)
D : Deket Najwa, sebelah Jakarta. 
N : Lah jauuuuuh sihhh, iih emang saya nggak tau Jakarta. (lalu dia ngambek).

Aku dan DD saling pandang dan tertawa. Tak peduli. Hening lagi.
N : Kalian ni tau Ria ricis ? (selidiknya)
D : Taulah
N : (Sekonyong-konyong...) Dia nge-sok ya! Sombong!!

Lah, ni bocah ngapa yak, batinku bertanya.

A : Emang kenapa, kok gitu? Gak boleh gitu. 
N : Iya dia buangin skusi ke laut.
A : (tidak tau sama sekali apa yang dibicarakan). Udah anak kecil jangan nonton itu, nonton kartun aja. 

DD dibangku ujung cekikikan sendirian.
Hening kembali menyapa. Najwa bete dan memilih tidur dipelukan ayahnya sampai ferry berlabuh pulau Sumbawa.


…………….. (part1)

Dua Satu Hari

Mataram, 6 Juli 2018. (6.00 AM) Waktu Indonesia Tengah.

Sebungkus nasi kuning dengan sambal khas Lombok yang terasa pedas tapi nikmat tiada dua membuka pagi yang masih gelap gulita akibat mendung pagi tadi. Setelah menghabiskan suapan terakhir dan minum air mineral merk lokal, kegiatan duduk-duduk diruang tamu menjadi ritual selanjutnya. Toples-toples kudapan yang terdiri dari nastar, permen mint, kacang telur, dan aneka kue khas lebaran lainnya yang tersisa menjadi hidangan penutup. Pagi yang nyaman untuk memulai malas-malasan. 

Hari ke dua puluh satu sejak aku resmi berstatus penggangguran akibat keputusan pengunduran diri yang sudah lama aku inginkan. Pulang dan kembali ke rumah orangtua yang awalnya aku bayangkan akan baik-baik saja ternyata terasa kian hari kian berat. Terpikir untuk mengambil kamar kontrakan sendiri atau membeli rumah dan tinggal terpisah dengan keluarga mulai menggerayang didalam pikiran, tapi akal sehat menghentikannya dengan alasan keadaan finansial yang tak lagi memungkinkan untuk berdiri sendiri. Kesimpulannya aku lemah tanpa uang.

Setelah kemungkinan untuk hidup terpisah di dalam kota yang sama luntur, ide muncul lagi untuk kembali ke perantauan. Ingin meneguk kembali rasanya 'kebebasan' yang dulu terasa sesak dan sendiri, tapi kepedihan dan kesendirian itu yang aku rindukan sekarang. Yang aku rindukan adalah kamarku, semua fasilitas yang aku hasilkan sendiri, dunia kecilku yang sepi dan padat. Semuanya seperti menghukumku, mengolok-olok keputusanku. 

Dua puluh hari atau tepatnya kemarin, saat aku masih merasa rumah adalah hal yang terbaik. Dihari ke dua puluh satu hari aku menyadari 'kekosongan' yang menggelembung semakin besar yang berbanding lurus dengan kebosanan yang mulai melanda. Sekarang aku sadari batas paling lama aku tidak bekerja adalah dua puluh hari. Butuh du apuluh hari libur dan beristirahat untuk mengumpulkan kembali semangat kerja dan mengusir semua kepenatan akibat terus-menerus beraktivitas di kantor. Hasil experimen ini membuat aku paham alasan orang-orang Barat menggunakan hari cutinya sekaligus untuk berlibur dalam jangka waktu yang lama. Terurainya rasa jengah dan penat adalah dua puluh hari, khususnya untukku.

Dan sekarang satu diri dalam diriku bertanya apakah aku menyesal telah memutuskan untuk keluar dari pekerjaanku, aku tegas menjawab tidak. Pengunduran diri bukan semata-mata bisa dibayarkan oleh gaji semata. Untuk perkara gaji, aku serahkan kepada yang maha kaya, sudah kuserahkan apapun yang terjadi pada diriku pada-Nya. Aku hanya sedang rindu kebebasan dan waktu sendiriku, rindu udara dingin yang menggigit saat aku membuka jendela kost dan driver ojek online yang selalu berganti menyapaku disetiap pagi. Aku rindu canda dan suasana ruangan besar dilantai dua gedung kantorku, juga suara mesin absen ketika menunjuk jam 8 pagi. Aku rindu teman-temanku dengan segala gosip dan kebiasaan mereka memberiku lelucon garing dipagi hari. Aku rindu mall-mall yang tak pernah tidur dan jalanan padat merayap yang dulu aku benci. Aku rindu pada kompor, penggorengan dan bahan-bahan masakanku. Memasak adalah hobby baruku ketika sudah bosan menulis. Dengan bermodal resep online dan kemauan keras, lambat laun aku suka memasak. Aku rindu makan masakanku sendiri.

Butuh sepuluh tahun untuk mencintai kesendirian dan kemerdekaanku dan dua puluh satu hari merupakan waktu yang tak pantas untuk menghapus kenangan yang menghabiskan sebagian besar cerita hidupku. Aku hanya rindu perantauan. Mungkin rasa pedihnya akan mengiris-ngiris dihari-hari kedepan, terutama saat hari-hariku bertambah sulit. Tak ada yang bisa dipersiapkan untuk mengatasi hal-hal seperti ini, sama halnya tidak ada yang siap akan perpisahan, patah hati dan ditinggalkan. Sekuat apapun akan terasa sakit. Tapi kesakitan itu akan memunculkan kekuatan lain didalam hati agar ikhlas dan tegar.

Hari ke dua puluh satu yang kosong. Aku penasaran apa yang akan terjadi di hari ke dua puluh dua. Rencana dan impian-impian yang aku simpan, perlahan-lahan bermunculan, menagih janji untuk diwujudkan. Sabar ya, aku sedang menyusun kalian, satu per satu.